Bintang Cahaya Biru
Satu dari 400 miliar bintang di galaksi
Dulu, aku menyendiri saat senja. Menatap semua langit dan berpikir betapa luasnya alam semesta. Matahari tampak sangat besar tetapi dalam skema yang lebih luas, itu hanya seperti bekas tusukan jarum. Galaksi lain memisahkan diri dari galaksi tempat ku berada kini dengan begitu cepat sehingga cahayanya tidak pernah mencapai ku.
Lalu — ketika malam memeluk langit, seekor burung merpati singgah di sampingku dan memberitahuku tentang bintang yang memiliki cahaya biru.
"Pernahkah Anda melihat bintang yang bercahaya biru?"
Aku tersenyum dan menggelengkan kepala, "Aku sangat senang jika kamu mau menunjukkannya pada ku."
Merpati kemudian mengepakan sayap kanannya ke arah langit dan bintang itu berada disana.
Aku lihat satu bintang begitu tinggi, cahaya kebiruan berpendar mengelilinginya. Menampilkan keajaiban di luar imajinasi. Hanya satu dari sekitar 400 miliar bintang di galaksi Bima Sakti yang dapat terlihat pada malam yang cerah seperti kabut putih, dia sangat indah dan menakjubkan. Rasanya ingin menceritakan ribuan puisi indah dan menemaninya dalam kegelapan yang gelap gulita.
Semakin lama ku memandang, semakin aku terkejut dan terpesona. Rasa ingin tahu bergejolak, tentang pesan dan alasan keberadaannya — berharap mampu melihat lebih dari sekedar permukaan. Kemudian itu menjadi sesuatu yang tidak kamu inginkan diawal tetapi sekarang setelah kamu melihatnya, kamu ditinggalkan dengan sebuah konsekuensi merindukan hal itu lebih dalam lagi. Bahkan lebih buruk, seperti memiliki rasa kehilangan yang dalam meskipun itu ada tepat di depan mata.
Aku tidak mengatakan apa-apa — sebaliknya, hanya memejamkan mata lalu sebuah bayangan yang terasa terlalu nyata muncul, menjadi semacam alegori. Partikel aroma angin berhembus diikuti ledakan ingatan yang seolah telah lama terkubur di palung pikiran. Mengaktifkan dopamine dan menciptakan euforia tak terbatas.
Sayangnya, sama seperti bintang lain yang terlelap ketika matahari mengantarkan cahayanya kepada fajar — dia menghilang tanpa jejak, tidak meninggalkan apapun kecuali pertanyaan-pertanyaan tak terjawab. Semua hanya menjadi memori. Memang benar kata orang itu, ‘lebih baik tidak pernah bertemu dalam mimpi daripada bangun dan meraih sesuatu yang tidak ada’.
Namun aku percaya ada titik balik di setiap cerita. Sekali lagi mataku terpejam dan aku tersenyum, seraya berharap dalam hati bersamaan dengan bintang jatuh,
“semoga semua galaksi mau berkompromi untuk membiarkan aku bertemu dengannya lagi".
Thank you for reading!
-Paper White-